Rimba Tuhan dan Sisa-Sisa Kesadaran

Dirakit oleh: Don

Tuhan telah melimpahkan segala karunianya kepada umat manusia. Alangkah menakjubkan kondisi yang manusia alami, hidup dengan akal untuk sebuah perjalanan singkat dengan tujuan yang ambigu. Mencari tahu makna penciptaan dan tujuan hidup, secara objektif itu akan dipandang sebagai perbuatan yang aneh. Walaupun setiap individu berhak menentukan usaha dan cita-citanya, tetapi dalam perjalanan hidupnya, ia tidak mungkin bisa terlepas dari ikatan dengan individu lain. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan hidup bisa saja bersifat kolektif, entah membentuk sebuah kebebasan hidup ataupun kebahagiaan.

Dari pengalaman siklus kehidupan manusia lebih kurangnya hadir untuk sesama. Entah yang telah memiliki ikatan antar sesama, baik secara personal maupun terhimpun secara kolektif. Dalam istilah sosiologi, manusia disebut makhluk gregariousness, yaitu cenderung bergaul dan membentuk kelompok sosial. Ikatan tumbuh atas dasar kesamaan yang imajiner, seperti ideologi, ataupun karena adanya kebutuhan yang bersifat materi. Jauh sebelum itu, Arthur Schopenhauer mengatakan bahwa manusia bisa melakukan apa saja yang dia mau, tetapi tidak berkehendak semaunya. Berarti, memang kebebasan manusia  hanya ada dalam alam pikirannya, lebih dari itu agak mustahil rasanya. Seiring berjalannya suatu zaman dan berubahnya kondisi sebuah tempat, pengetahuan juga terus berkembang. Tidak lain dan tidak bukan, karena pengaruh individu-individu kreatif yang peka menginterpretasikan fenomena dan suasana yang terjadi, menciptakan teknologi untuk membantu aktivitas masyarakat. Secara skala besar maupun kecil, jelas semua itu memberikan pengaruh jangka panjang, entah sebagai pengetahuan yang terus dikembangkan atau hanya sekadar menjadi bahan kompetisi antar kelompok sosial. Tetapi perlu disadari, secara lahiriah dan batiniah, manusia bertindak atas dorongan eksternal dan perasaan internal yang ingin ia berikan untuk kondisi sekitarnya.

Secara alamiah, perjalanan hidup manusia tidak pernah bisa terlepas dari banyaknya perbedaan dan dinamika yang ada. Manusia bisa melihat serangkaian perbedaan yang ada, mulai dari warna kulit, bahasa dan budaya, begitu juga ranah yang lebih abstrak, seperti agama dan ideologi. Itu semua bersatu  dalam  kolektivitas yang disebut bangsa. Namun, pondasi ini tidak selalu cukup kuat untuk meredam gesekan dan konflik dari serangkaian perbedaan yang ada. Pasti ada saja egoisme dan nafsu politis untuk mendominasi, bahkan yang lebih parahnya lagi adalah, ketika rasa primordialisme yang di salah gunakan, sehingga terlahir sikap superior, diskriminatif dan rasisme. Namun dewasa ini, ada sebuah dorongan baru yang lahir, yaitu dorongan ke arah kemajuan sosial, yaitu semacam pengetahuan untuk saling menerima satu sama lain, yang disebut toleransi dan kebebasan berpendapat. Ini adalah bentuk keberhasilan konstruksi pengetahuan akan rasa kemanusiaan, yang dibentuk oleh para individu kreatif dan para kaum intelektual, dengan serangkaian proses panjang. Mungkin juga, ini adalah bentuk sebuah kejujuran emosi dan kesadaran dari sikap kolektif manusia bahwasannya konflik tidak akan menghasilkan sesuatu yang positif. Sesungguhnya hasrat kebenaran dan kemanusiaan harus didahulukan  di atas hasrat yang lain. Ini merupakan wujud bukti kerjasama yang benar-benar berharga antara masyarakat dan para ahli ilmu, yang didasarkan pada kebutuhan kolektif. Ini juga merupakan bukti nyata dari kesadaran yang  bisa dipahami bersama, sesungguhnya segala hal yang berhubungan dengan kemanusiaan bisa diatasi dengan pengetahuan. 

Dari serangkaian banyaknya tantangan yang dihadapi dalam mengupayakan kebebasan dan merayakan perbedaan, menjadi jelas bahwa tanpa adanya usaha komunal yang tulus dan berkelanjutan, mustahil bagi mereka yang memiliki niat baik untuk mencapai tujuan tersebut. Kebebasan, meskipun sering dianggap sebagai hak dasar manusia, tetap menjadi konsep yang abstrak dan kompleks, dengan beragam interpretasi serta penerapan yang kerap kali bertentangan. Sementara itu, perbedaan yang tidak terbatas, hingga ekspresi budaya terus berkembang dan bertambah seiring waktu. Dalam situasi seperti ini, moralitas dan hubungan batin sangat memungkinkan untuk diletakkan pada posisi yang sangat fundamental. Nasib manusia yang beradab, inklusif dan egaliter sangat bergantung kepada kekuatan moral.

Tetapi bagaimana membentuk dan menciptakan kekuatan berproses dalam hal  itu? Semua orang pasti sepakat menjawab pendidikan sebagai pilar utama. Seperti yang dikatakan oleh Paulo Freire, bahwasanya pendidikan tidak mengubah dunia, tetapi pendidikan mengubah manusia dan manusialah yang mengubah dunia. Dengan adanya wadah ini, literasi akan terus ada, dan kemampuan interpretasi akan tetap berkembang. Walaupun cara setiap individu menilai tidak akan jauh dari nilai ia pegang, tetapi dalam hal inilah pengetahuan empiris dari setiap individu memainkan perannya. Dengan bekal itu, tentunya sangat mungkin menjadi pendorong kehidupan yang berbudaya, dan menghormati tradisi dan kebiasaan suatu tempat. Sejatinya kebaikan dan kebenaran dihidupkan dari sebuah pengetahuan, yang disalurkan, direfleksikan dan diwariskan. Dalam hal ini, mungkin saja humor dan beberapa batang rokok, memiliki peran yang sangat istimewa sebagai perantara sebuah pengetahuan. Terkhusus untuk menjangkau mereka yang jauh berada di dalam rimba tuhan.

 Yogyakarta, 03 Juni 2025








 




 

 

 


Posting Komentar

0 Komentar